PALEMBANG – Batas produksi minyak berkisar 20 tahun. Namun, kondisi tersebut sepertinya tidak berlaku di Provinsi Sumatera Selatan. Sebab, rata-rata cadangan minyak dari sumur yang ada di atas 10 tahun. Belum lagi jika ditemukan ladang minyak baru dengan potensi yang besar. Potensi Sumsel inilah yang menarik minat investor menanamkan modalnya di bidang perminyakan.
Setidaknya, hingga sekarang enam perusahaan minyak yang telah berproduksi. Keenam perusahaan itu, TAC Pertamina, Medco, Conoco Philip, Golden Spike Indonesia Ltd, PT Tetley dan Talisman Energy Inc. “Nah, ini ada satu lagi yang akan segera produksi dalam empat bulan ke depan yakni PT Sele Raya Merangin II. Artinya, sudah ada tujuh perusahaan minyak yang produksi,”jelas Kepala Dinas Pertambangan dan Energi, Ir Akhmad Bakhtiar Amin, kemarin.
PT Sele Raya menemukan sumur minyak baru dengan cadangan minyak mencapai 6 juta barel. Lokasinya berada di perbatasan Muba, Mura dan Sorolangun (Jambi). Sebelum melaksanakan proses produksi, pihak Sele Raya berkonsultasi dengan jajaran Pemprov Sumsel. Termasuk mendapatkan izin dari Menteri ESDM. “Mereka harus pula menawarkan 10persen participating interest kepada pemerintah daerah,”jelas Bakhtiar.
Saat ini, produksi minyak Sumsel per tahunnya sekitar 434 juta barel, sedang gas 104,331 juta barel. Cadangan berkisar 200 miliar barel. Jumlah tersebut diperkirakan baru akan habis 20 tahun ke depan jika produksinya berkisar 400-an juta barel per tahun.
Dikatakan, yang menjadi sorotan di bidang pertambangan, khususnya minyak dan gas bumi adalah masalah bagi hasil. Kecenderungan, pemerintah daerah yang wilayahnya terdapat tambang minyak dan gas tidak mendapatkan kontribusi pemasukan setara dengan potensi alam yang dikuras habis. Bukan karena pembagian tidak adil, tapi lantaran persentase bagi hasil yang begitu kecil.
Untuk minyak, tambah dia, bagi hasilnya hanya 15 persen dan gas 30 persen. Menurut Kadistamben, bagi hasil minyak 6 persen daerah penghasil, 3 persen bukan penghasil dan 3 persen pemerintah provinsi. Sisanya untuk pemerintah pusat.
Begitu pula untuk gas, 6 persen untuk daerah penghasil gas, 12 persen daerah bukan penghasil dan 6 persen pemerintah provinsi. Sisanya lagi-lagi untuk pemerintah pusat. “Kita inginnya kalau bisa pemerintah pusat mengkaji kembali besaran persentase bagi hasil tersebut agar ada kontribusi yang lebih besar bagi daerah,”tukasnya.
Tahun 2009, perkiraan dan bagi hasil minyak sekitar Rp250 miliar dan gas Rp500 miliar. Angka perkiraan ini lebih besar dari tahun 2008 lalu. Pihaknya menargetkan, penerimaan bagi hasil minyak dan gas tahun 2010 lebih besar dari tahun ini. “Setidaknya, ada kenaikan sekitar 10 persen dibanding yang akan kita terima tahun 2009 ini,”pungkas Bakhtiar.
Sumber : sumeks.co.id
Setidaknya, hingga sekarang enam perusahaan minyak yang telah berproduksi. Keenam perusahaan itu, TAC Pertamina, Medco, Conoco Philip, Golden Spike Indonesia Ltd, PT Tetley dan Talisman Energy Inc. “Nah, ini ada satu lagi yang akan segera produksi dalam empat bulan ke depan yakni PT Sele Raya Merangin II. Artinya, sudah ada tujuh perusahaan minyak yang produksi,”jelas Kepala Dinas Pertambangan dan Energi, Ir Akhmad Bakhtiar Amin, kemarin.
PT Sele Raya menemukan sumur minyak baru dengan cadangan minyak mencapai 6 juta barel. Lokasinya berada di perbatasan Muba, Mura dan Sorolangun (Jambi). Sebelum melaksanakan proses produksi, pihak Sele Raya berkonsultasi dengan jajaran Pemprov Sumsel. Termasuk mendapatkan izin dari Menteri ESDM. “Mereka harus pula menawarkan 10persen participating interest kepada pemerintah daerah,”jelas Bakhtiar.
Saat ini, produksi minyak Sumsel per tahunnya sekitar 434 juta barel, sedang gas 104,331 juta barel. Cadangan berkisar 200 miliar barel. Jumlah tersebut diperkirakan baru akan habis 20 tahun ke depan jika produksinya berkisar 400-an juta barel per tahun.
Dikatakan, yang menjadi sorotan di bidang pertambangan, khususnya minyak dan gas bumi adalah masalah bagi hasil. Kecenderungan, pemerintah daerah yang wilayahnya terdapat tambang minyak dan gas tidak mendapatkan kontribusi pemasukan setara dengan potensi alam yang dikuras habis. Bukan karena pembagian tidak adil, tapi lantaran persentase bagi hasil yang begitu kecil.
Untuk minyak, tambah dia, bagi hasilnya hanya 15 persen dan gas 30 persen. Menurut Kadistamben, bagi hasil minyak 6 persen daerah penghasil, 3 persen bukan penghasil dan 3 persen pemerintah provinsi. Sisanya untuk pemerintah pusat.
Begitu pula untuk gas, 6 persen untuk daerah penghasil gas, 12 persen daerah bukan penghasil dan 6 persen pemerintah provinsi. Sisanya lagi-lagi untuk pemerintah pusat. “Kita inginnya kalau bisa pemerintah pusat mengkaji kembali besaran persentase bagi hasil tersebut agar ada kontribusi yang lebih besar bagi daerah,”tukasnya.
Tahun 2009, perkiraan dan bagi hasil minyak sekitar Rp250 miliar dan gas Rp500 miliar. Angka perkiraan ini lebih besar dari tahun 2008 lalu. Pihaknya menargetkan, penerimaan bagi hasil minyak dan gas tahun 2010 lebih besar dari tahun ini. “Setidaknya, ada kenaikan sekitar 10 persen dibanding yang akan kita terima tahun 2009 ini,”pungkas Bakhtiar.
Sumber : sumeks.co.id
Just to complete Your interesting report, I invite You to see also the collection of big photos of political borders in my Italian-Estonian site http://www.pillandia.blogspot.com
BalasHapusBest wishes!