oleh : Muhamad Nasir (Desember 2006)
Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) Provinsi Sumatra Selatan menyimpan kekayaan alam yang melimpah, terutama minyak dan gas, sehingga menjadi sumber pendapatan daerah yang kini terus dikembangkan.
Kekayaan yang dimiliki Muba meliputi daerah daratan maupun perairan. Bahkan kekayaan ini menyimpan potensi besar untuk dikembangkan pada masa sekarang maupun mendatang. Selain itu, Muba memiliki potensi perkebunan, perikanan, pertanian, dan sumber daya energi.
Khusus, untuk pengembangan sumber daya energi, Muba telah terdengar sejak zaman penjajahan sebagai pemasok minyak dan gas terbesar di Sumsel.
Secara geografis Muba memiliki luas wilayah 14.265,96 km2 dan terdiri dari sembilan kecamatan, sembilan kelurahan dan 196 desa dengan jumlah menduduk sekitar 444.973 jiwa. Di sebelah utara Muba bertetangga dengan Provinsi Jambi, di selatan dengan Kabupaten Muara Enim, di barat berdampingan dengan Kabupaten Musi Rawas dan di sebelah timur bertetangga dengan Kabupaten Banyuasin.
Tentu tidak berlebihan jika melihat banyaknya perusahaan migas besar yang beroperasi di Muba, a.l. Pertamina, Medco Energy, Elnusa, dan Conoco Phillips. Mereka memberikan kontribusi yang besar dalam pengembangan sumber daya energi di Muba. Minyak dan gas dari Muba yang diproduksi perusahaan-perusahaan tersebut dimanfaatkan daerah lain, bahkan negara lain, sebagai pembangkit ketenagalistrikan.
Cadangan sumber daya energi di Muba mencapai 383.733 MSTB untuk minyak bumi dan 16.341,504 BSCF untuk gas alam. Selain itu, daerah ini juga memiliki potensi sumur tua yang saat ini masih dikelola secara tradisional oleh masyarakat. Terdapat sedikitnya 392 sumur tua yang tersebar di beberapa kecamatan.
Masih besarnya cadangan yang dimiliki sumur tua, menjadikan Pemkab Muba melalui Perusahaan Daerah PT Petro Muba membangun kilang mini yang bakal mengelola hasil tambang tradisional penduduk sekitar. Pembangunan kilang mini ini, seperti kata Bupati Muba Alex Noerdin, menjadi jalan keluar untuk melegalkan penambangan penduduk serta meningkatkan nilai jual hasilnya.
Mulai disentuh
Selain itu, potensi minyak bumi dan gas, terdapat satu potensi sumber daya energi yang belum tersentuh adalah batu bara. Cadangan sebesar 3,5 miliar ton masih dalam tahap pengembangan awal. Potensi ini tersebar di lima kecamatan yaitu Bayung Lencir, Babat Toman, Sungai Lilin, Keluang dan Batang Hari Leko.
Seiring mahalnya harga bahan bakar minyak ditambah dengan kebijakan pemerintah pusat mencari sumber energi alternatif, tentunya memberikan peluang yang sangat besar untuk pengembangan batu bara Muba. Harus diakui kadar air tinggi dan kalori rendah, menjadikan batu bara Muba dulu kurang diminati. Namun kemajuan teknologi pengolahan batu bara membuat batu bara dapat diolah menjadi gas atau bahan bakar minyak. Dengan berbagai teknologi ini, batu bara Muba tetap dibutuhkan untuk industri maupun pembangkit tenaga listrik.
Berbagai investor batu bara dalam dan luar negeri telah berulang kali mengunjungi Muba untuk mencari batu bara. Hasilnya tidak tanggung-tanggung. Beberapa perusahaan telah menandatangani kesepakatan berinvestasi di Muba. Perusahaan asal Australia PT Thiess Indonesia (TI) meninjau langsung lokasi rencana pembangunan PLTU Mulut Tambang berkapasitas 2 x 100 MW di Sungai Lillin.
Untuk pembangkit PLTU Mulut Tambang di Sungai Lilin, tersedia cadangan sebesar 42 juta ton. Selain itu perusahaan JSPC Uzbekcoal, pemegang hak dan pemasaran dan pengembangan Teknologi Underground Coal Gasification (UCG) telah melakukan kesepakatan untuk mengembangkan teknologi pengolahan batu bara ramah lingkungan di Muba.
Alex Noerdin menjelaskan saat ini telah dilakukan penambangan perdana batu bara di Kecamatan Bayung Lencir setelah sebelumnya meresmikan penambangan percobaan di Kecamatan Keluang. Penambangan produksi perdana batubara dilakukan PT Agregate Mandiri Lestari (AML) yang mencakup 100 ha areal produksi. Produksi batu bara di Muba ini menjadi yang kedua di Sumsel setelah PTBA. Sementara PT Baturona Mulya diberikan lahan seluas 100 ha sebagai areal percobaan.
Pengembangan bidang sumber daya mineral dan energi ini telah menjadi tujuan Pembangunan Pemkab Muba, bukan hanya tahun ini. Demikian pula dengan pengembangan batu bara. Ketergantungan terhadap minyak dan gas tentu tidak relevan lagi di masa datang, karena itu pengembangan batu bara sebagai sumber energi alternatif perlu digalakkan.
Jika produksi batu bara di Muba ditingkatkan, diperkirakan semakin besar pula royalty yang bakal masuk ke APBD Muba. "Harapan kami, manfaat ini dapat diinvestasikan untuk membangun SDM dan infrastruktur," kata Alex Noerdin beberapa waktu lalu.
Sejak penjajahan
Muba memang terkenal dengan potensi sumber daya alamnya yang berlimpah. Sebagai daerah penghasil migas produksi bahan tambang ini sudah dikenal sejak zaman Belanda. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan sumur-sumur tua peninggalan Belanda yang penambangan minyaknya ini diusahakan oleh pihak swasta bersama pemerintah.
Presdir Petro Muba Robert Heri dalam suatu kesempatan mengatakan, bagi hasil migas bagi daerah penghasil belum transparan. Begitu pula tambang-tambang minyak dianggap belum sepenuhnya memajukan masyarakat Muba dari belenggu kemiskinan. "Seolah mereka menjadi penonton di negeri sendiri," katanya.
Robert menyambut positif UU No.22/2002 bahwa perusahaan daerah boleh mengelola Migas. Berangkat dari sini dibentuklah PT Petro Muba sebagai badan usaha milik daerah (BUMD) yang diharapkan bisa mengambil manfaat sumber daya migas di Muba agar masyarakat dapat menikmatinya.
Setelah berjalan setahun, perusahaan ini berkembang menjad holding company melalui lima anak perusahaannya meliputi minyak industri hilir dan hulu, kimia, listrik, dan properti. Robert belum bisa merinci nilai proyek yang digarap seiring belum banyaknya tawaran kerja sama bisnis.
Diakui, penggalian potensi minyak yang menjadi salah satu unggulan Muba tidaklah mudah sehingga Petro Muba melalui anak perusahaan PT Muba Oil, menggaet investor minyak China.
Shengli Oilfield Of Sinopec yang berkantor di Propinsi Shandong, China telah menandatangani MOU dengan Pemkab Muba. PT Kilang Muba yang 51% sahamnya dimiliki Petro Muba dan selebihnya ITB, telah membangun kilang di Kecamatan Babattoman sekitar dua jam dari Sekayu dengan nilai Rp10 miliar.
Sedangkan PT Dewi Tunggal Brata, salah satu grup Texmaco, akan membangun kilang methanol terbesar di Asia Tenggara berlokasi di Desa Gresik, Kecamatan Sungaililin, Muba. Modal yang ditanamkan mencapai US$500 juta. Pembagian sahamnya 60% PT Petro Muba dan selebihnya dikuasai Grup Texmaco.
Bagi hasil
Bagi hasil yang diperoleh Muba dari migas tidak kecil. Ini tentunya sesuai dengan hasil migas yang disumbangkan daerah ini untuk negara. Pada 2003, misalnya, hasil migas kota ini mencapai Rp3,04 triliun, meningkat menjadi Rp4,1 triliun 2004, dan meningkat cukup tajam mencapai Rp12,8 triliun tahun berikut. Sementara bagi hasil yang diterima pada 2003 mencapai Rp212 miliar dan Rp289 miliar 2004.
Sayangnya, penerimaan bagi hasil yang diterima biasanya tertunda hingga triwulan berikutnya. Seperti 2006, pada triwulan pertama dana bagi hasil yang diterima sebesar Rp250 miliar harus diterima pada triwulan berikutnya.
"Akibatnya banyak kegiatan dan pendanaan yang tertunda dan menimbulkan gejolak kalau tidak bisa diantisipasi," ujar Alex Noerdin yang juga Ketua Umum Forum Konsultasi Daerah Penghasil Migas (FKDPM).
Alex yakin dengan dukungan semua pihak, dana bagi hasil yang diterima daerah bisa lebih berdaya guna dan optimal kalau dilakukan transparan dan tidak tertunda. Paling tidak bisa membangkitkan motivasi bagi daerah untuk lebih bergiat.
Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) Provinsi Sumatra Selatan menyimpan kekayaan alam yang melimpah, terutama minyak dan gas, sehingga menjadi sumber pendapatan daerah yang kini terus dikembangkan.
Kekayaan yang dimiliki Muba meliputi daerah daratan maupun perairan. Bahkan kekayaan ini menyimpan potensi besar untuk dikembangkan pada masa sekarang maupun mendatang. Selain itu, Muba memiliki potensi perkebunan, perikanan, pertanian, dan sumber daya energi.
Khusus, untuk pengembangan sumber daya energi, Muba telah terdengar sejak zaman penjajahan sebagai pemasok minyak dan gas terbesar di Sumsel.
Secara geografis Muba memiliki luas wilayah 14.265,96 km2 dan terdiri dari sembilan kecamatan, sembilan kelurahan dan 196 desa dengan jumlah menduduk sekitar 444.973 jiwa. Di sebelah utara Muba bertetangga dengan Provinsi Jambi, di selatan dengan Kabupaten Muara Enim, di barat berdampingan dengan Kabupaten Musi Rawas dan di sebelah timur bertetangga dengan Kabupaten Banyuasin.
Tentu tidak berlebihan jika melihat banyaknya perusahaan migas besar yang beroperasi di Muba, a.l. Pertamina, Medco Energy, Elnusa, dan Conoco Phillips. Mereka memberikan kontribusi yang besar dalam pengembangan sumber daya energi di Muba. Minyak dan gas dari Muba yang diproduksi perusahaan-perusahaan tersebut dimanfaatkan daerah lain, bahkan negara lain, sebagai pembangkit ketenagalistrikan.
Cadangan sumber daya energi di Muba mencapai 383.733 MSTB untuk minyak bumi dan 16.341,504 BSCF untuk gas alam. Selain itu, daerah ini juga memiliki potensi sumur tua yang saat ini masih dikelola secara tradisional oleh masyarakat. Terdapat sedikitnya 392 sumur tua yang tersebar di beberapa kecamatan.
Masih besarnya cadangan yang dimiliki sumur tua, menjadikan Pemkab Muba melalui Perusahaan Daerah PT Petro Muba membangun kilang mini yang bakal mengelola hasil tambang tradisional penduduk sekitar. Pembangunan kilang mini ini, seperti kata Bupati Muba Alex Noerdin, menjadi jalan keluar untuk melegalkan penambangan penduduk serta meningkatkan nilai jual hasilnya.
Mulai disentuh
Selain itu, potensi minyak bumi dan gas, terdapat satu potensi sumber daya energi yang belum tersentuh adalah batu bara. Cadangan sebesar 3,5 miliar ton masih dalam tahap pengembangan awal. Potensi ini tersebar di lima kecamatan yaitu Bayung Lencir, Babat Toman, Sungai Lilin, Keluang dan Batang Hari Leko.
Seiring mahalnya harga bahan bakar minyak ditambah dengan kebijakan pemerintah pusat mencari sumber energi alternatif, tentunya memberikan peluang yang sangat besar untuk pengembangan batu bara Muba. Harus diakui kadar air tinggi dan kalori rendah, menjadikan batu bara Muba dulu kurang diminati. Namun kemajuan teknologi pengolahan batu bara membuat batu bara dapat diolah menjadi gas atau bahan bakar minyak. Dengan berbagai teknologi ini, batu bara Muba tetap dibutuhkan untuk industri maupun pembangkit tenaga listrik.
Berbagai investor batu bara dalam dan luar negeri telah berulang kali mengunjungi Muba untuk mencari batu bara. Hasilnya tidak tanggung-tanggung. Beberapa perusahaan telah menandatangani kesepakatan berinvestasi di Muba. Perusahaan asal Australia PT Thiess Indonesia (TI) meninjau langsung lokasi rencana pembangunan PLTU Mulut Tambang berkapasitas 2 x 100 MW di Sungai Lillin.
Untuk pembangkit PLTU Mulut Tambang di Sungai Lilin, tersedia cadangan sebesar 42 juta ton. Selain itu perusahaan JSPC Uzbekcoal, pemegang hak dan pemasaran dan pengembangan Teknologi Underground Coal Gasification (UCG) telah melakukan kesepakatan untuk mengembangkan teknologi pengolahan batu bara ramah lingkungan di Muba.
Alex Noerdin menjelaskan saat ini telah dilakukan penambangan perdana batu bara di Kecamatan Bayung Lencir setelah sebelumnya meresmikan penambangan percobaan di Kecamatan Keluang. Penambangan produksi perdana batubara dilakukan PT Agregate Mandiri Lestari (AML) yang mencakup 100 ha areal produksi. Produksi batu bara di Muba ini menjadi yang kedua di Sumsel setelah PTBA. Sementara PT Baturona Mulya diberikan lahan seluas 100 ha sebagai areal percobaan.
Pengembangan bidang sumber daya mineral dan energi ini telah menjadi tujuan Pembangunan Pemkab Muba, bukan hanya tahun ini. Demikian pula dengan pengembangan batu bara. Ketergantungan terhadap minyak dan gas tentu tidak relevan lagi di masa datang, karena itu pengembangan batu bara sebagai sumber energi alternatif perlu digalakkan.
Jika produksi batu bara di Muba ditingkatkan, diperkirakan semakin besar pula royalty yang bakal masuk ke APBD Muba. "Harapan kami, manfaat ini dapat diinvestasikan untuk membangun SDM dan infrastruktur," kata Alex Noerdin beberapa waktu lalu.
Sejak penjajahan
Muba memang terkenal dengan potensi sumber daya alamnya yang berlimpah. Sebagai daerah penghasil migas produksi bahan tambang ini sudah dikenal sejak zaman Belanda. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan sumur-sumur tua peninggalan Belanda yang penambangan minyaknya ini diusahakan oleh pihak swasta bersama pemerintah.
Presdir Petro Muba Robert Heri dalam suatu kesempatan mengatakan, bagi hasil migas bagi daerah penghasil belum transparan. Begitu pula tambang-tambang minyak dianggap belum sepenuhnya memajukan masyarakat Muba dari belenggu kemiskinan. "Seolah mereka menjadi penonton di negeri sendiri," katanya.
Robert menyambut positif UU No.22/2002 bahwa perusahaan daerah boleh mengelola Migas. Berangkat dari sini dibentuklah PT Petro Muba sebagai badan usaha milik daerah (BUMD) yang diharapkan bisa mengambil manfaat sumber daya migas di Muba agar masyarakat dapat menikmatinya.
Setelah berjalan setahun, perusahaan ini berkembang menjad holding company melalui lima anak perusahaannya meliputi minyak industri hilir dan hulu, kimia, listrik, dan properti. Robert belum bisa merinci nilai proyek yang digarap seiring belum banyaknya tawaran kerja sama bisnis.
Diakui, penggalian potensi minyak yang menjadi salah satu unggulan Muba tidaklah mudah sehingga Petro Muba melalui anak perusahaan PT Muba Oil, menggaet investor minyak China.
Shengli Oilfield Of Sinopec yang berkantor di Propinsi Shandong, China telah menandatangani MOU dengan Pemkab Muba. PT Kilang Muba yang 51% sahamnya dimiliki Petro Muba dan selebihnya ITB, telah membangun kilang di Kecamatan Babattoman sekitar dua jam dari Sekayu dengan nilai Rp10 miliar.
Sedangkan PT Dewi Tunggal Brata, salah satu grup Texmaco, akan membangun kilang methanol terbesar di Asia Tenggara berlokasi di Desa Gresik, Kecamatan Sungaililin, Muba. Modal yang ditanamkan mencapai US$500 juta. Pembagian sahamnya 60% PT Petro Muba dan selebihnya dikuasai Grup Texmaco.
Bagi hasil
Bagi hasil yang diperoleh Muba dari migas tidak kecil. Ini tentunya sesuai dengan hasil migas yang disumbangkan daerah ini untuk negara. Pada 2003, misalnya, hasil migas kota ini mencapai Rp3,04 triliun, meningkat menjadi Rp4,1 triliun 2004, dan meningkat cukup tajam mencapai Rp12,8 triliun tahun berikut. Sementara bagi hasil yang diterima pada 2003 mencapai Rp212 miliar dan Rp289 miliar 2004.
Sayangnya, penerimaan bagi hasil yang diterima biasanya tertunda hingga triwulan berikutnya. Seperti 2006, pada triwulan pertama dana bagi hasil yang diterima sebesar Rp250 miliar harus diterima pada triwulan berikutnya.
"Akibatnya banyak kegiatan dan pendanaan yang tertunda dan menimbulkan gejolak kalau tidak bisa diantisipasi," ujar Alex Noerdin yang juga Ketua Umum Forum Konsultasi Daerah Penghasil Migas (FKDPM).
Alex yakin dengan dukungan semua pihak, dana bagi hasil yang diterima daerah bisa lebih berdaya guna dan optimal kalau dilakukan transparan dan tidak tertunda. Paling tidak bisa membangkitkan motivasi bagi daerah untuk lebih bergiat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar